Review Buku Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Ini buku perjuangan. Latar dan alur ceritanya Indonesia banget. Tapi tentu saja dibuat fiksi. Kalau dibuat non-fiksi nanti kan banyak yang marah.

Ceritanya soal kerusakan lingkungan. Sebab pengelolaan yang buruk, pengawasan regulasi yang bisa dijalurbelakangkan, dan pejabat yang korup, akibatnya ke konflik-konflik sosial.

Ada yang tenggelam karena galian tambang tidak ditutup kembali. Ada yang kehilangan air bersih sejak tambang masuk. Bahkan sampai hewan endemik juga kena dampaknya.

Dikemas dengan alur cerita menarik, Tere Liye bisa memaparkan kondisi konflik yang terjadi tanpa terasa menggurui. Dia membedah apa yang terjadi di masyarakat, bagaimana perjuangan aktivis, dan juga apa jawaban-jawaban pihak perusahaan soal bermacam konflik.

Beberapa tokoh sepertinya sengaja agak dibuka profilnya dan agak cukup terang siapa tokoh itu dalam dunia nyata. Seperti Hotma si kuasa hukum pihak perusahaan. Seperti Dandi yang suka bikin film dan suka keliling Indonesia.

Yang agak saya sayangkan adalah ending-nya yang agak aneh. Ternyata ketua komite adalah teman dari aktivis. Akhirnya dia bikin bom bunuh diri. Apa jangan-jangan memang itu jalan satu-satunya untuk mengubah kerusakan sistemik ini?

Merbabu Sky Race 2024

Pertama kalinya naik gunung 3-ribuan MDPL yang tek-tok, artinya naik terus langsung turun, tanpa nge-camp.

Rasanya: berat!

Saya ambil yang kategori 20k. Sebetulnya biasa saja saya lari 20k. Sudah beberapa kali Half Marathon (HM), dan beberapa kali 20k itu tidak berhenti sama sekali. Tapi… Itu di aspal!

Jauh banget bedanya sama lari di gunung. Saya bisa bilang tiga kali lebih berat. Malah lebih dari tiga kali kayaknya.

Buat komparasi, kalau di aspal itu saya lari 20k butuh waktu sekitar 2:10. Ini di Merbabu saya butuh waktu 6:58 untuk selesai.

Flag off-nya jam 5. Agak mepet sama subuh. Jadi habis sholat subuh, langsung berangkat ke garis start. Finish saya di jam 11:58. Memang di awal saya targetnya 7 jam. Yah paslah.

Cut off time nya 9 jam. Jadi waktu lari saya masih sisa lumayan banyak. Buat tidur.

Waktu di puncak, pas bagi-bagi gelang, saya tanya, saya urutan ke berapa? Katanya 92 dari 700-an peserta. Wah lumayanlah, masuk 100 besar. Terus saya dapat info banyak yang kena COP, distop tidak boleh naik.

Puncak Merbabu berkabut, jadi saya tidak bisa lihat view indahnya, seperti yang dulu saya lihat waktu naik gunung normal (bukan lari) lewat Selo. Dulu saya beruntung sampai mau nangis lihat indahnya view dari pundak Merbabu.

Untuk ikut acara Merbabu Sky Run ini,  saya berangkat dari Jakarta nge-bis lewat Pulo Gebang ke arah Salatiga. Pakai Sinar Jaya tiketnya Rp210 ribu, beli di Traveloka. Jam 17:30 hari Jumat saya sudah stand by di terminal. Berangkatnya 19:00.

Baliknya naik Sinar Jaya juga, tapi tiketnya kok beda harga yah, Rp235 ribu. Terus lanjut grab sampai rumah.

Nyut-nyutan rasanya kaki saya. Naik turun tangga agak berasa. Semoga tidak lama, segera hilang.

Rasanya manusia susah untuk puas yah. Selesai 20k, jadi mau cobain yang 40k 🙂

Dua Bulan Kerja di Malaysia

Agar saya ingat, bahwa saya pernah mengalami fase hidup ini. Selama dua bulan (Feb 2024 akhir – April awal) saya dapat assignment ke salah satu perusahaan besar di Malaysia. Berangkat Senin, pulang Jumat.

Biasanya saya ambil pesawat paling pagi dari Jakarta, yaitu Air Asia yang jam 5 pagi. Artinya, saya harus berangkat paling telat jam 3 pagi dari rumah. Biasanya sih malam jam 2 sudah berangkat. Jaga-jaga spare waktu kalau kenapa-kenapa.

Naik taksi Bluebird, rata-rata sama tol bayarnya jadi Rp280 ribu. Pesannya pakai aplikasi Blue Bird, lebih jelas. Tidak lebih dari 5 menit biasanya sudah dapat. Dan rata-rata datang 15 menit kemudian.

Di taksi, kadang tidur, kadang tidak. Ngantuk sih, tapi kan perjalanan hanya sekitar 40 menit. Mau tidur juga tanggung.

Sampai terminal 2F, beberapa kali saya yang paling awal masuk. Urusan imigrasi sekarang bisa cepat, walaupun bukan e-paspor, bisa pakai jalur yang tinggal scan sendiri. Antri paling banyak 5 orang. Prosesnya paling 2 menit.

Biasanya saya nongkrong di luar gate, di semacam working space yang ada mejanya buat buka laptop. Sampai sejam sebelum terbang baru deh masuk gate.

Isi Malaysia Digital Arrival Card (MDAC) dulu di Cengkareng. Itu semacam isian imigrasi tapi di form online. Biasalah, isi data diri, pakai pesawat apa, menginap di mana, dll. Kalau sudah submit, kita akan dapat email.

Terbang kira-kira 2 jam 5 menit. Sampai KLIA, jalannya agak jauh untuk bisa sampai ke imigrasi. Di imigrasi saya jarang bisa secepat orang-orang pada umumnya. Katanya sih karena ada yang nama dan tanggal lahirnya sama persis. Tapi pada akhirnya selalu lolos.

Dari KLIA, pernah naik bus ke KL sentral, pernah naik taksi langsung ke kantor di Subang Jaya atau Petaling Jaya, tapi yang sering sih naik KLIA ekspres. Andalan banget ini kereta. Jalan tiap 20 menit dan perjalanannya hanya 30 menit. Tidak berhenti sama sekali, sampai KL Sentral. Terus lanjut LRT.

Naik LRT awalnya beli koin per trip, tapi biar cepat akhirnya beli kartu elektronik Rapid KL, beli 30 RM ada saldonya 20 RM. LRT ini juga andalan banget. Keretanya datang tiap 5 menit.

Koin sekali jalan Rapid KL

Kalau hotel, sekali saya menginap di Hotel Armada di PJ, seringnya di Empire Hotel Subang. Di Empire posisinya strategis banget, sebelahan sama mal Empire. Ada Jaya grocery, Bungkus Kawkaw, Family Mart, Old Town Coffee, dan banyak lagi yang lain.

Empire Hotel Subang

Keduanya hotel bintang 4 yang harganya sekitar Rp1 juta per malam. Andai saya bisa minta mentahannya saja terus cari penginapan sendiri, wah menang banyak. Tapi tidak bisa…

KL dan Jakarta beda 1 jam. Jadi kalau saya biasa berangkat ke kantor dari hotel jam 8 pagi, itu artinya jam 7 pagi dari Jakarta. Kalau ke kantor yang di Subang, pakai taksi Grab, ongkosnya normal sekitar 9 RM, tapi kalau lagi high rate bisa 25 RM. Sekitar 15 menit bisa sampai, tapi dapat Grab nya suka lama. Bisa setengah jam lebih.

Salah satu ruang meeting di Kantor Subang
Air terjun buatan di kantor Subang

Sementara kalau ke Kantor yang di Petaling Jaya, jalan kaki dulu dari hotel ke stasiun Subang Jaya 10 menit, baik LRT Subang Jaya ke Taman Jaya sekitar 20 menit, lanjut jalan kaki lagi 10 menit.

Makan lebih mudah di Empire hotel. Favorit saya di Pelita, restoran mamak. Enak, banyak variasi, dan murah. Tapi memang harus jalan kaki dulu 10 menit.

Sementara kalau di Hotel Armada, harus jalan sekitar 10 menit dulu. Yang menarik, ada restoran Padang Sederhana. Saya sekali coba bungkus, banyak banget dapatnya seperti untuk 2 orang!

Hari Jumat pulang seringnya pakai Air Asia 19:25. Setelah jumatan sudah persiapan ke bandara. Bisa naik taksi sekitar 70 RM, atau seringnya naik KLIA Express 55 RM.

Sampai Jakarta jam 9 kalau pesawat tidak delay. Lanjut naik Blue Bird ke rumah. Pakai aplikasi bisa langsung dapat, paling tunggunya hanya 5 menit. Kalau antri taksi Blue Bird bandara yang pakai tiket itu, wah bisa sejam kalau lagi ramai.

CTC 30 2024

Start jam 3 sampai jam segini

Harus dipaksa memang. Ini saya asal saja daftar ikut trail run Coast to Coast (CTC) di Yogyakarta, tepatnya berawal dari Laguna View Depok. Daftarnya itu sekitar 3 bulan sebelum acara. Acaranya yang 30K lari jam 3 pagi hari Minggu 25 Februari 2024. Orang tidur ini malah lari.

Waktu daftar, paling maksimal saya lari 21km alias Half Marathon (HM). Beranikan saja daftar dulu, nanti juga termotivasi sendiri. Karena dulu waktu 10km ke HM juga gitu, daftar dulu, baru latihan.

Itu rencananya. Ternyata sampai H-1 tetap saja saya belum pernah lari lebih dari 22km. Padahal itu latihan lari di aspal. Lah ini kan race nya trail run, konturnya jelas tidak datar, 30km pula. Apa bisa?

Eh ternyata bisa sih. Kayaknya sih terbantu banyak karena saya terbiasa naik gunung. Kalau naik gunung, memang saya biasanya jalan terus jarang istirahat. Walau tidak lari, tapi jalan terus. Itu pas naik. Pas turun, kalau ada teman lari, ya saya lari.

Alhamdulillah setelah turun race tidak ada cidera, tidak ada keram, aman. Memang sih saat H+1 (saat tulisan ini dibuat), agak pegal kaki dan tangan, tapi masih bisa diterima. Masih wajar nyerinya. Tidak sampai kesulitan jalan.

Kalau tangan, terutama pundak sampai siku, itu pegalnya karena saya bawa tas lari. Walau kecil kalau tidak terbiasa ya terasa juga.

Event larinya seru banget. Mau saya ulang lagi tahun depan kalau ada kesempatan (terutama waktu!), tapi harusnya mah lebih ya, jangan 30km lagi.

Di sekitar 5km awal itu melipir di pinggir pantai. Berhubung masih gelap, ya terdengar suara ombak saja, tanpa terasa terlihat pantainya. Di satu titik mau tidak mau sepatu basah minimal sebelah, karena kita lewati sungai kecil yang mengarah ke laut. Cukup bangga saya bisa lewati 100 pelari di pinggir pantai!

Naik track nya, ini yang paling berat. Naikannya curam banget. Tidak securam track gunung betulan sih, tapi di track CTC yang saya lewati, ini yang paling berat. Mana masih gelap juga kan, jadi mengandalkan head lamp juga. Kasihan yang tidak bawa head lamp atau yang bermasalah head lamp nya. Walaupun tanjakannya begitu, tapi saya tetap bisa lewati 50 pelari Alhamdulillah.

Doktrin yang saya pegang dan saya disiplinkan adalah, tanjakan boleh jalan, turunan juga boleh jalan, tapi kalau datar harus lari! Minimal 200 langkah, baru boleh jalan 100 langkah. Itu yang saya pegang dari awal sampai akhir.

Water Station ada di sekitar 7km sekali. Komplit sih WS nya, dan petugasnya juga helpful banget! Minuman itu ada air mineral, isotonik, Coca cola, dan kopi. Makanan ada pisang, semangka, dan pop mie. Ohya ada juga soyjoy dan TJ.

Tidak ada yang saya kenal kecuali Dhika, teman sekantor. Dia ini yang dulu racuni saya untuk suka berlari, waktu di kantor lama. Sekarang ketemu dia lagi, bakal makin semangat ini saya.

Ke Jogja naik kereta Progo Jumat malam berangkat jam 11 dari Stasiun Senen, sampai Lempuyangan jam 7 pagi. Mantap ini kereta kursinya tegak banget, susah cari posisi tidur.

Kalau baliknya pakai Gajahwong Minggu malam berangkat jam 9, sampai Jatinegara jam 5 pagi. Nah kalau ini enak kursinya satu satu, ekonomi premium.

Semoga bisa ikutan CTC 50 tahun depan!

Bisa Ketipu Juga

Kirain hanya orang tua saja yang bisa tertipu. Maksudnya di atas generasi milenial. Saya yang milenial juga bisa kena tipu ternyata.

Ya kena tipu sama orang dekat atau karena tawaran menggiurkan sih semua juga bisa yah. Maksud saya kena tipu karena masuk ke tempat penipu dan secara aktif masuk ke jebakan mereka.

Akhir tahun, saya lagi mau cari sepatu trail run. Biasa kan lagi banyak promo. Salah satunya promo dari Nineten, sepatu produk lokal. Ada promo buy 1 get 1. Harga sepatunya rata semua Rp405 ribu. Segitu jadinya dapat 2 pasang sepatu dengan varian bebas terserah kita.

Carinya di Instagram dengan keyword “nineten”. Masuk ke salah satu akun yang profile picture-nya logonya nineten. Isi feed nya itu katalog produk yang saya lihat-lihat harganya rata semua sama.

Heran saya juga kok waktu itu tidak perhatikan bahwa tidak ada centang birunya. Langsung hubungi nomor WA yang ada di bio. Direspon cepat, ditanya mau varian yang mana dan ukuran berapa. Saya capture yang saya mau, terus dia bilang barang ready. Termasuk bonusnya yang saya mau katanya ready juga.

Langsung saya transfer. Heran juga kenapa saya tidak curiga rekeningnya atas nama bukan yang ada unsur “nineten” nya.

Katanya ongkir gratis dan akan sampai sekitar 2-3 hari. Sudah 4 saya tanyakan ke WA yang sama, tidak berbalas. Satu minggu, tidak berbalas.

Akhirnya saya cari tahu akun Instagram nya lagi. Baru sadar tidak ada centang birunya. Saya cari akun nineten yang centang biru, lalu hubungi nomor yang ada di bio-nya. Cerita deh saya bahwa sudah beli kok tidak sampai-sampai. Saya capture buktinya. Dia bilang, itu bukan akun resmi nineten. Ya sudahlah, langsung ikhlaskan saja, dan laporkan nomor nineten penipu.

BXsea Kesukaan Anak

Kebetulan lagi main ke Bintaro Xchange terus terlihat ada wahana baru yang baru beberapa hari buka. Waktu itu akhir Desember. Langsung deh tuh anak-anak pada minta masuk. Saya bilang awal Januari saja. Mereka oke, dan tentu saja saya ditagih lagi.

Awal Januari di salah satu weekend, siang-siang sekitar jam 1 kami ke sana. Lumayan tiketnya per orang Rp175 ribu. Kita dikasih gelang masuk. Saat itu sih cuma satu pilihan itu saja, dengar-dengar ada pilihan untuk track yang lebih singkat, semacam tidak bisa lihat semua, tapi yang jaga waktu itu tidak bilang ada opsi lain.

Ramai sekali, di beberapa tempat kita perlu tunggu sebentar untuk orang lain pergi, baru kita bisa lihat akuarium dengan lebih puas. Ada layar sentuh di setiap akuariumnya, jadi kita bisa belajar itu apa saja yang ada di dalam, dan karakternya gimana.

Ya namanya anak-anak yah, tentu saja senang melihat ragam hewan. Kami sempat ikut acara kasih makan gurita kecil. Sambil dikasih makan, sambil petugasnya menjelaskan tentang hewan tsb. Kalau gurita yang saya ingat punya 3 otak dan 8 jantung. Nah loh gimana tuh.

Sempat juga kami ikut acara kasih makan spider crab. Ini hewan laut yang menarik juga. Kepiting, tapi kaki-kakinya seperti laba-laba.

Ada ruangan khusus dengan pencahayaan khusus untuk ubur-ubur. Wah ini keren sih. Beberapa jenis ubur-ubur ada di akuarium yang berbeda.

Ada juga kolam besar yang isinya beragam ikan. Sempat saya lihat ada satu ikan yang sedang diburu oleh hiu, sampai mati. Kasihan juga.

Selain hewan laut, di sini juga ada koleksi beberapa reptil seperti ular dan kadal.

Ohya, ada juga tempat bermain anak yang ada kolam pasirnya.

Memang secara keseluruhan menarik, tapi tidak lebih dari tiga sudah pada minta keluar. Mungkin karena kurang nyaman karena terlalu banyak orang, atau ya memang karena sudah selesai dijelajahi semua.

Carita Masih Cukup Menarik

Sudah puluhan tahun lalu saya dengar tempat wisata Pantai Carita, sejak SD. Kemarin coba bawa anak-anak, nginapnya di hotel Sunset View, bisa jalan kaki ke pantai.

Sampai hotel itu baru jam 10-an tapi Alhamdulillah boleh early check-in, langsung dapat kamar, tidur.

Setelah ashar baru jalan ke pantai. Kayaknya salah jalan masuk deh, jadi harus melipir di pinggir pantai untun sampai ke tempat anak-anak pada berenang.

Lumayan ramai, tapi masih cukup nyaman lah, tidak terlalu ramai. Banyak warung, banyak yang jual lapak untuk tempat duduk. Banyak yang jualan jasa banana boat, juga ke lokasi snorkeling kalau tidak salah namanya Taman Laut.

Anak-anak senang banget main pasir dan main gelombang. Ada banyak remis kecil yang kita amati bersama menggali pasir setelah ombak lepas.

Yah namanya anak-anak, harus dipaksa pulang kalau urusan main air. Kalau dibiarkan bisa lupa waktu.

Main Air

Umum dijumpai, anak kecil suka banget main air. Juga berenang.

Dua anak perempuan saya suka lupa waktu kalau berenang. Harus dibatasi memang. Maksudnya, orang tuanya yang memang harus paksa anaknya berhenti berenang. Kalau tidak, sudah keriput parah tangannya juga tidak berhenti.

Ada sih yang bisa bikin berhenti sendiri, yaitu kalau airnya terlalu dingin. Misalnya kalau lagi menginap di hotel yang ada kolam renangnya yang karena lokasi hotelnya di daerah dingin ya otomatis airnya juga dingin. Itu mereka sebentar saja juga sudah tidak tahan. Minta berhenti sendiri malah.

Berenangnya anak-anak tapi sekedar main air saja, bukan untuk belajar berenang. Ini juga perlu diarahkan biar dapat skill tambahan. Masak puluhan kali ke kolam renang tapi masih gitu-gitu saja skill berenangnya, sayang dong.

Tapi memang tidak mudah ajak anak berenang ya. Saya coba ajari berani memasukkan seluruh badannya sampai ujung kepala ke dalam air, awalnya sulit tapi lama-lama berani.

Berkali-kali saya ajak ke kolam dalam yang kakinya tidak sampai ke dasar, masih terus minta dipegang atau digendong. Padahal kan berenang ya tinggal goyang-goyang kaki sama tangan saja kan. Mudah-mudahan lain kali lebih berani.

Scandia Beach Hostel – Nambah Semalam di Pattaya

Saya nambah semalam di Scandia yang letaknya di Soi 7 dekat Jomtien Beach, Pattaya. Extend langsung sama resepsionisnya 200 Baht. Tidak pakai aplikasi karena ya lebih murah langsung. Beda hostel beda kasus yah, kalau kasus saya di Scandia ini murahan langsung, ya gak beda jauh sih sama aplikasi.

Perlu deposit 300 Baht. Dikasih handuk dan selimut tebal. Kasur bertirai, berlampu, dan ada colokan. Ohya, dipinjami loker juga dengan kuncinya, gratis. Tadinya gak dikasih, setelah saya minta dikasih.

Kerennya, di lantai 2 ada kolam renang walaupun tidak terlalu besar. Kalau buat anak2 sudah cukuplah segitu.

Berhubung hostel ini dikelilingi bar khas Pattaya, maka tidak jarang terlihat pasangan awkward, yang biasanya adalah kakek-kakek kaukasoid dengan wanita muda berwajah lokal Thailand, gandengan tangan, menuju kamarnya di atas. Kalau di bawah kan hanya kamar dorm, tidak boleh bawa “tamu”.

Lokasinya strategis. Tinggal nyeberang dikit ada pasar yang ada warung makanan halalnya. Pagi siang malam saya makan di situ.

Pantai Jomtien juga dekat, tinggal jalan kaki tiga menit. Sevel cuma selang sekitar 3 rumah saja. Betul-betul strategis. Yang jauh cuma masjid.

Lupa foto hostelnya.

Oh Bangkok Hostel – Jual Ganja

Awalnya saya gak ngeh itu apa yang di display di lobi hostel, eh ternyata jenis2 ganja. Memang hostel yang saya inapi ini sekalian jualan ganja.

Datang sekitar jam 10 kirain bisa early check in ternyata malah dibilang check in 14.30 karena sebelumnya fully booked. Untung bisa nitip tas dan nge-charge power bank di bangunan depannya. Terus saya tinggal jalan-jalan.

Ada air gratis, tapi tidak ada kunci apapun. Hanya dikabari kamarnya yang mana dan nomor kasur berapa. Kamar mandi lumayan bersih. Kasur ada gordennya dan ada lampu di tiap kasur.

Ohya, kamar mandinya di lantai 3, sementara kamar dorm saya lantai 4, jadi ya harus turun dulu. Tapi enaknya di lantai 4 ada tempat buat nongkrong lihat pohon dan jalanan.

Lokasinya memang bukan tepat di Khaosan Road, tapi masih dekat lah, dan masih daerah turis yang banyak hostelnya.