Bincang-Bincang Imajiner dengan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie*

Muhammad Iqbal (MI): Selamat malam, Sultan. Senang sekali bisa berbincang dengan Sultan…

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (SSAA): Ya, selamat malam Iqbal. Senang juga bisa berkenalan J

MI: Sebelumnya, saya ingin update kondisi Pontianak sekarang. Sudah dua abad lebih Sultan tidak update, bukan?

SSAA: Ohya, betul. Tapi tidak juga, Iqbal. Dua abad di sana kurang lebih sama dengan tujuh jam di sini. Di sini bisa jadi sangat indah seperti malamnya pengantin baru. Tapi bisa jadi begitu menyakitkan dengan pukulan-pukulan gada besar jika tidak bisa menjawab dengan benar pertanyaan sederhana ini: Man Robbuka?

MI: Terima kasih nasihatnya Sultan. Semoga Sultan baik-baik saja di sana. Kembali ke update Pontianak. Sultan masih mau dengar update dari saya?

SSAA: Iya, masih Iqbal

MI: Sungai Kapuas masih tetap indah, walaupun mungkin tidak seindah dan tidak sejernih zaman Sultan dulu. Di Taman Alun Kapuas, setiap malam banyak kumpulan manusia. Ada yang berjualan, ada yang nongkrong di atas kapal, ada yang pikirannya ngeres, ada yang minum es lidah buaya, dan yang ngopi lebih banyak lagi.

SSAA: Dengar-dengar ada air mancur bagus ya sekarang?

MI: Oh ya, betul Sultan. Ya di Taman Alun Kapuas itu. Air mancur menari-nari dengan pencahayaan khusus. Tapi hanya di waktu-waktu tertentu saja. Walau tidak semeriah air mancur di Purwakarta, tapi ya cukup oke lah untuk hiburan gratis masyarakat. Sambil ngopi di atas kapal yang bergoyang-goyang mengikuti ombak, sambil lihat air mancur, wah seru sekali…

Keraton Kadariah atau Istana Kadariah. Dok: Iqbal
Keraton Kadariah atau Istana Kadariah. Dok: Iqbal

SSAA: Iqbal ada main ke rumah yang saya buat dulu?

MI: Tentu dong Sultan. Sekarang orang-orang menyebutnya dengan “Keraton Kadariah”. Pasti bukan orang sembarangan yang membuat bangunan yang masih dikenang dua abad lebih itu. Sultan pasti bukan orang sembarangan.

SSAA: Ah tidak juga. Kebetulan saya mempunyai garisan nasib seperti itu. Tuhan yang merancang, saya hanya menjalani catatan yang sudah ada saja. Iqbal ketemu siapa di sana?

MI: Salah satu keturunan Sultan, namanya Febri. Kalau tidak salah, Febri adalah putra mahkota dari Kesultanan Kadariah Pontianak. Orangnya ramah sekali. Saya diceritakan banyak hal, tentang silsilah keluarganya. Dia bangga sekali menjadi keturunan sultan.

SSAA: Apa Febri bisa menjelaskan garis keturunan dari saya sampai ke dia?

MI: Wah, fasih sekali Sultan. Bukan hanya dari Febri ke Sultan, tapi bahkan dari Sultan sampai ke Nabi Muhammad SAW. Saya dijelaskan, tapi karena terlalu banyak nama yang disebutnya, tidak ada yang saya ingat satupun. Yang saya ingat, saya diundang dalam pesta pernikahannya 14 Juni 2015. Makan-makan memang selalu diingat ya Sultan, hehe.

SSAA: Alhamdulillah. Bagus sekali berita itu. Dengan siapa Febri menikah?

MI: Keponakannya, tapi keponakan jauh sepertinya. Syarif ketemu syarifah, Sultan. Kenapa ya harus menikah dalam lingkaran keluarga sendiri?

SSAA: Menikah itu hak setiap orang. Dengan siapanya, juga hak setiap orang, termasuk kalau dia memilih menikahi saudaranya. Asalkan bukan mahromnya itu tidak ada masalah, ya kan?

MI: Ya iya sih. Cuma yaa… siap-siap saja dengan cap “eksklusif” dari masyarakat.

SSAA: Tidak usah dipedulikan. Komentator akan selalu ada. Habis waktu kita kalau memikirkan semua pandangan orang lain.

MI: Noted, Sultan.

Masjid Jami Pontianak. DOk: Adhika Pratomo
Masjid Jami Pontianak. DOk: Adhika Pratomo

SSAA: Dekat rumah yang saya buat dulu, saya juga membuat sebuah balai. Dulu perlu delapan hari untuk menebas pohon di daratan itu, supaya saya bisa mulai bangun rumah dan balai. Saya bangun pakai kayu ulin dan merangkainya dengan pasak. Tentu tidak pakai paku. Mana ada paku di abad 18.

MI: Ohya, saya juga mampir ke balai itu, sekarang orang-orang menyebutnya “Masjid Jami”. Baik Keraton, maupun Masjid, sama indahnya, dengan langit-langit yang tinggi dan kayu ulin yang fenomenal sebagai tiangnya. Kayu ini seperti besi, kuat sekali, dan anti rayap. Pasti mahal ya Sultan?

SSAA: Tidak Iqbal, dulu tinggal tebang saja. Banyak sekali pohon ulin di Pontianak dulu.

MI: Sekarang sudah jarang sekali Sultan. Dibawa lari pembalak liar ke luar negeri.

SSAA: Sayang sekali ya…. Tapi ya, Alhamdulillah masih ada sisa-sisanya, bagus kalau masjidnya masih awet.

MI: Fisik bangunan memang awet dan masih kokoh, tapi mental bangunan agak sakit…

SSAA: Sakit gimana maksudnya Iqbal?

MI: Saya ketemu dengan penjaga masjid yang sudah belasan tahun menjaga Masjid Jami. Dia mengeluhkan kealpaan sultan yang memimpin sekarang di dalam masjid. “Seminggu hanya sekali ke masjid,” kata dia.

SSAA: Ohya? Kenapa begitu?

MI: Saya kurang paham masalahnya. Tapi ya tentu kita tidak bisa menerima informasi itu mentah-mentah tanpa komentar dari sultan yang memimpin sekarang, ya orang tuanya Febri yang saya ceritakan tadi.

SSAA: Kalau memang jarang pergi ke masjid, tentu hal itu perlu diperbaiki, apalagi bagi sultan yang sedang memimpin. Orang tua saya adalah seorang ulama keturunan Arab Hadramaut. Yang namanya ulama ya kerjaannya berdakwah. Itu juga sedikit banyak tertular kepada saya. Kalau tidak dekat dengan masjid, bagaimana bisa berdakwah?

MI: Informasi tambahan yang saya dapat, bahwa si penjaga masjid mempertanyakan keberadaan uang shodaqoh dari masjid yang selalu diberikan kepada sultan yang memimpin sekarang. “Ke mana uang satu miliar lebih itu?” kata si penjaga. “Kalau uang itu digunakan untuk merawat masjid, tentu Masjid Jami akan jauh lebih nyaman daripada sekarang, dengan karpet-karpet bagus. Bukan karpet lapuk seperti yang sekarang ada,” lanjut dia.

SSAA: Ya Iqbal, terima kasih informasinya. Tapi semua informasi itu tidak berimbang kalau kita tidak mendengar keterangan dari sultan yang memimpin sekarang.

MI: Sultan betul sekali. Kalau bahasa sekarang: cover both side. Mudah-mudahan sultan yang memimpin sekarang mendengar perbincangan kita ini.

SSAA: Ya, semoga. Jadi kita bisa mendengar keterangan darinya.

MI: Baik Sultan, sudah malam. Terima kasih banyak ngobrol-ngobrolnya. Mudah-mudahan kita bisa bertemu di Firdaus J

SSAA: Sama-sama Iqbal. Amin.

*Pendiri Kesultanan Kadriyah Pontianak, sebuah kesultanan Melayu pada abad 18